Jumat, 20 Juni 2014

MODERNISASI PESANTREN SEBAGAI LANGKAH SOLUTIF, BISAKAH?


Royyan Habibie - Santri PP. Raudlatul Ulum Besuk
Tidak  dapat dipungkiri lagi bahwa pendidikan memiliki peran yang sangat urgent dalam memajukan kualitas manusia. Dalam skala yang lebih luas, maju mundurnya suatu Negara dapat diukur dari seberapa maju kualitas pendidikan di dalamnya. Dan begitu juga sebaliknya, kebobrokan suatu Negara dapat diukur dari seberapa bobroknya kualitas pendidikan di Negara itu. KH. Musthofa Bishri pernah mengatakan pada saat beliau ditanya mengenai keberhasilan pendidikan di Negara Indonesia ini. Beliau menjawab "apakah kita sudah puas dengan kinerja pejabat kita. Kalau sudah puas, berarti pendidikan kita sudah terselenggara dengan baik. Karena pejabat kita itu merupakan hasil dari produk pendidikan di Negara ini".

Sementara, sudah bukan rahasia lagi bahwa fenomena yang menggejala dewasa ini, mengindikasikan bahwa pendidikan kita mengarah pada ­(untuk tidak mengatakan gagal secara total) terselenggara dengan kurang baik. Banyak generasi maupun pejabat kita yang terdidik dengan sangat baik dan diharapkan bisa mentransformasikan nilai-nilai luhur, justru mempertontonkan perilaku yang tidak layak dan bertentangan dengan moral (agama). Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme marak terjadi di segala lini pemerintahan, tawuran antar pelajar, kekerasan yang dilakukan oleh oknum guru, dan bahkan video mesum pelajar seringkali masih menghiasi media masa di Negara ini.

Hal itu menjadi pertanyaan besar bagi kita semua. Mengapa semacam itu bisa terjadi pada orang-orang yang terdidik di Negara ini? apakah benar pendidikan di Negara ini telah gagal? lantas apa yang menjadi penyebab kegagalan itu?

Jika melihat maraknya praktek korupsi, kekeresan, perilaku mesum dan lain sebagainya dilakukan oleh orang-orang yang terdidik di Negara ini. Maka tidak salah ada beberapa orang yang beranggapan bahwa penyakit-penyakit tersebut merupakan satu efek dari carut-marut dan kegagalan sistem pendidikan kita. Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi. Salah-satunya adalah belum terealisasinya sistem pendidikan yang menyeluruh, tepat guna dan sasaran. Pendidikan yang diupayakan dewasa ini hanya dimaknai sebagai lembaga pengembangan intelektual. Peserta didik hanya akan diproyeksikan sebagai insan-insan yang memiliki daya nalar dan kritis, sementara aspek spiritual mereka kurang mendapatkan perhatian. Sehingga, pendidikan yang berjalan tidak seimbang.

Lalu solusi apakah yang tepat untuk mengatasi ketidak seimbangan itu? apakah pesantren yang digadang-gadang sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan mengubah tata-nilai dan struktur masyarakat yang tidak adil dan bertentangan dengan nilai-nilai syari'at menuju kondisi yang lebih baik bisa menjadi solusi untuk problem-problem tersebut?

Kita melihat, bahwa pesantren mempunyahi  keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan lain. Pesantren tidak hanya memproyeksikan peserta didiknya sebagai insan yang memiliki intelektual keagamaan saja, akan tetapi di sisi lain pesantren juga memperhatikan kepribadian siswa untuk menjadi insan yang bermoral (akhlaq al-karimah).

Melihat hal itu, tentu ada kemungkinan besar sistem pendidikan pesantren dapat menjadi langkah solutif bagi problem bangsa ini. Akan tetapi yang perlu diingat, pesantren tetaplah pesantren. Di satu sisi ia memang memiliki keunggulan yang tidak dimiliki oleh sistem pendidikan lain. Tapi, di sisi yang lain pesantren juga memiliki kelemahan yang justru kelengkapanya ada di pendidikan luar pesantren. Padahal, pendidikan yang ideal adalah pendidikan yang serba ada. pendidikan yang mampu menciptakan apa yang dikenal dengan knowledge society, yakni masyarakat yang bekerja dengan berdasarkan ilmu pengetahuan, menyukai pendidikan dan bekerja dengan menggunakan akal pikiran disertai kuat mental spiritual yang seimbang. Sementara itu, pesantren hanya mampu concern pada aspek spiritualnya saja dan belum menyentuh bidang-bidang di luar itu.

Oleh karenanya, pesantren jika dilihat dari sisi bidang  luar keagamaan, jelas tidak bisa dijadikan sebagai langkah solutif untuk mengatasi problem bangsa ini. Sebab, pesantren pada nantinya hanya akan mampu menciptakan masyarakat yang bekerja dengan disertai mental spiritual, akan tetapi tidak dibarengi dengan ilmu pengetahuan.

###

Majayuse Irone pernah mengatakan perihal model pendidikan modern yang sebelumnya telah dibicarakan oleh Peter Drucker. Bahwa pendidikan di Negara barat diasumsikan sebagai lembaga pendidikan yang mampu mewujudkan sumber daya manusia dan dengan SDM itulah akan menghantarkan terhadap kemajuan di segala bidang. seperti sains, ekonomie, politik dan lain sebagainya.

Untuk menuju kesitu, banyak yang menyarankan pesantren agar melakukan perubahan, melakukan apa yang disebut sebagai modernisasi sistem. Dalam lingkup ini, terlontar banyak gagasan dalam bingkai yang beragam. Ada yang menyarankan agar pesantren melakukan sinergi dengan pendidikan umum, karena melihat antara pesantren dan pendidikan umum sama-sama memiliki nilai plus. dan ada pula yang memiliki gagasan untuk menyatukan konsep pendidikan perguruan tinggi (PT) dan pendidikan pesantren, agar jebolan pesantren bisa bersaing dengan out-put-an perguruan tinggi.

Gagasan-gagasan semacam itu, di satu sisi memang terihat tampak menarik dan memiliki keunggulan. Namun perlu diperhatikan di sisi lain ada dampak negatif yang harus diterima oleh pesantren. Yakni, ketika pemaduan pesantren dan perguruan tinggi berjalan sekian lama, agaknya lambat laun unsur pesantren akan tergusur oleh perguruan tinggi. Kecenderungan ini bukan hanya sekedar asumsi tanpa dasar. Realiatas empiris memang menunjukkan bahwa pesantren yang memadukan konsep dengan pendidikan umum sedikit banyak telah mengalami marginalisasi unsur pesantrenya, baik dalam hal tata nilai, kode etik, dan budayanya, maupun pada level semangat mempelajari ilmu-ilmu salaf dan upaya menghidupkan kajian turats.

Oleh karenanya, pesantren tidak boleh sembrono untuk menerima gagasan-gagasan semacam di atas secara serampangan. Harus disertai dengan kritisisme terhadap konsep tersebut. Karena suatu keputusan yang diambil sebagai pilihan, tentu saja menyimpan resiko yang harus dihadapi. Dari pada itu  pesantren harus menyadari mengenai dampak buruknya modernisasi tersebut. Karena bila tidak, barangkali nantinya pesantren akan kehilangan jati dirinya sebagai pendidikan yang memiliki tujuan mengembangkan intelektualitas dan mengubah tata-nilai masyarakat menuju masyarakat yang bermoral.

Rabu, 04 Juni 2014

DIALOG SANTRI GUNDHUL vs GURU SEJATI

Santri Gundhul : agama adalah jalan kebenaran.

Guru Sejati : menurutku agama adalah jalan menggapai kebaikan, kearifan, dan kebijaksanaan dalam hidup.

Santri Gundhul : berarti kebenaran menjadi tidak penting ?

Guru Sejati : memang apa pentingnya berbicara kebenaran, jika hasilnya membuat kerusakan di muka bumi dan bencana kemanusiaan ? Jika kita bicara kebenaran, terlalu repot melakukan verifikasi kebenaran itu sendiri. Sebab kebenaran bukan hanya sekedar jargon, tembung omongane, jarene, kata ini dan kata itu. Tapi buktikan sendiri. Kebenaran bukan ada dalam kulit yg penuh keberagaman. Itulah sebabnya, kamu baru menyaksikan kebenaran dengan mudahnya pada saat memasuki dimensi HAKEKAT. Hakekat, adalah nilai yg merambah universalitas universe, dapat dirasakan oleh seluruh makhluk, oleh manusia segala macam bangsa, suku, dan semua umat berbagai agama. Jika hanya dirasakan oleh salah satu suku, ras, agama, golongan, hal itu belumlah merupakan nilai hakekat. Artinya, nilai-nilai masih terkait dengan cara pandang subyektif, dan sarat demi kepentingan pribadi.

Santri Gundhul : contohnya ?

Guru Sejati : gula pasir itu manis, merupakan sesuatu yg pasti, dan lidah semua org bisa merasakan bahwa gula itu manis. Gula adalah unsur ragawi atau “kulit” (sembah raga), sementara rasa manis adalah hakekatnya (sembah rasa). Nah, rasa manis tidak hanya dimiliki oleh gula pasir, ada gula jawa, gula merah, gula aren, gula-gula, sakarin, madu, sari bunga, getah pohon, jagung, sari buah, dan sebagainya. Itulah agama atau keyakinan, yang sepadan dengan berbagai materi yg manis tersebut. Kamu ingin merasakan rasa manis, kamu bebas memilih mau pake gula merah, gula pasir, gula aren, sakarin atau pemanis buatan, sari buah, madu, jagung (tropicana), atau yg lainnya semua terserah pilihan kamu, mana yang paling kamu sukai dan pas dengan selera lidah kamu. Nah…apa yg terjadi dengan umat beragama di dunia ini ? Yaitu tadi…berebut saling mengklaim bahwa rasa manis hanya bersumber dari gula pasir, umat yg lain bilang salah itu keliru dan sesat, karena yang bener sumber rasa manis adalah berasal dari sakarin. Hahaha….seperti org buta yg pegang gajah. Tapi orang buta tersebut suka menuduh org lain sebagai org buta yg pegang gajah.

Santri Gundhul : loh..bukankah agama mempunyai misi menyebarkan kebenaran di muka bumi..?!

Guru Sejati : waaaahh, daya pikir rasio kamu kok terbatas banget ya Ndhul ?. Kok ramudheng-mudheng to !. Yah..begitulah misi agama, bahkan banyak agama misinya ya demikian itu…menyebar dan mengkampanyekan kebenaran, tapi itu tidak menjamin dunia ini tenteram dan damai ?

Santri Gundhul : loh kok kontradiksi dengan misinya ?

Guru Sejati : sudah jelaskan … apa hasilnya? masing-masing agama saling berebut dirinyalah yg paling bener, bahkan terkesan memaksakan diri mbener-benerke ajarane dewe-dewe !

Santri Gundhul : tapi bukankah hanya ada satu agama yg benar ?!

Guru Sejati : semua agama bisa mengklaim demikian, dirinyalah yg paling benar.

Santri Gundhul : ahh…jadi bingung saya !

Guru Sejati : agar tidak bikin bingung, … hormati saja agama yg menebarkan kebaikan. Bukan agama yg cari benere dewe !

Santri Gundhul : agama yg menebarkan kebaikan belum tentu benar !

Guru Sejati : juga belum tentu TIDAK benar !

Santri Gundhul : lantas bagaimana kita harus mensikapi agama supaya lebih arif dan bijak ??

Guru Sejati : agama hanya perlu keyakinan kamu !

Santri Gundhul : berarti saya cukup yakin saja ?

Guru Sejati : semua agama hanya berdasarkan keyakinan. Rasakan saja…jangan pake nalar, agama yg paling pas dengan jiwa dan membuat nurani kamu tenteram.

Santri Gundhul : tidak semua agama hanya berdasarkan keyakinan saja, artinya, agama atas dasar kebenaran !

Guru Sejati : mana buktinya ?!

Santri Gundhul : agamaku !

Guru Sejati : itulah contoh orang yg barusan kita bahas, merasa diri paling bener !

Santri Gundhul : lalu bagaimana idealnya sikap saya terhadap agama saya ?

Guru Sejati : saya ulangi, cukup dengan yakin, dan jadilah orang yg bijak dan arif kepada siapa saja, jangan menyakiti hati dan mencelakai orang lain, dan seluruh makhluk. Tak usah membeda-bedakan apa agama yg dianutnya. Lihat saja perbuatannya yg bisa kamu lihat. Jangan menebak-nebak isi hatinya untuk memvonis apakah seseorang baik atau buruk. Kamu menebak hati sendiri saja susahnya bukan main, apalagi menebak hati org lain !

Santri Gundhul : kan… seseorang yg tidak punya agama dinamakan kafir, orang kafir pasti celaka hidupnya dan masuk neraka.

Guru Sejati : binatang dan tumbuhan adalah “makhluk” hidup, mereka kafir semua, tetapi hidupnya bukan hanya mendapatkan berkah ilahi, justru lebih mulia menjadi berkah bagi alam semesta termasuk berkah bagi manusia !

Santri Gundhul : hmmm…??

Guru Sejati : mereka itulah “ umat ” yg paling taat pada perintah tuhan, paling setia pada kodrat alam, paling patuh terhadap rumus-rumus alam semesta. Mereka tak pernah menganiaya manusia dan lingkungan alamnya. Tidak seperti manusia.

Santri Gundhul : lalu…?

Guru Sejati : saya balik tanya… lebih tepat mana, agama yg menyiarkan kebenaran, atau agama yg menyiarkan kebaikan, bagaimana manusia harus berperilaku baik..?

Santri Gundhul : ya jelas…agama yg menyiarkan kebenaran.

Guru Sejati : berarti kamu terlalu telmi (telat mikir) atas apa yg dibahas di atas. Carilah agama yg paling ikhlas dan jujur !!

Santri Gundhul : bagaimana agama yg ikhlas dan jujur ?

Guru Sejati : Agama yg paling ikhlas adalah agama yang hanya mengajak seluruh manusia berbuat arif dan bijak, berperilaku terpuji dan budi pekertinya luhur (akhlakul karim) tanpa perlu mengajak-ajak, bahkan setengah memaksa orang lain utk bergabung ke dalam institusi agama tersebut. Mau bergabung silahkan mau enggak juga enggak apa-apa. Itulah agama paling ikhlas dan fairplay (jujur).

Santri Gundhul : kalau agama yg selalu berusaha mencari pengikut yg sebanyaknya ?

Guru Sejati : itu tak ubahnya “agama” PARPOL. Kegiatannya adalah agitasi, propaganda, kampanye, dirinyalah partai yg paling baik dan benar. Diam-diam institusi agama sudah berubah misi menjadi institusi politik. Mencari pengikut sebanyaknya supaya menjadi kuat dan semakin kuat untuk menyerang dan melawan keberadaan keyakinan orang lain yg tdk seagama dianggapnya sebagai musuh.

Santri Gundhul : kalau nggak ada musuh ?

Guru Sejati : ya..dibuatlah musuh imajiner, musuh yg dibuat-buat dan diada-adakan.

Santri Gundhul : kan musuh agama biasanya agama lainnya?.

Guru Sejati : itu merupakan kecurigaan kamu pribadi, bahkan rasa curiga kamu akan meretas kecurigaan umat lain pada kamu, begitulah kecurigaan dan sentimen antar agama sudah menjadi “lingkaran iblis” yg sulit dimusnahkan. Jadinya kerjaan umat hanyalah saling curiga-mencurigai. Bahkan di antara umat dalam satu agama pun terjadi perilaku saling mencurigai. Agama menjadi bahan peledak yg setiap saat akan menghancurkan bumi, alias membuat “kiamat” planet bumi ini. Tak ubahnya agama lah yg menciptakan “neraka” bagi manusia.

Santri Gundhul : kenapa bisa begitu ?

Guru Sejati : karena agama keluar dari misi sucinya, yakni menebarkan kedamaian, ketentraman dan kebaikan bagi alam semesta seisinya. Agama juga lebih mengutamakan kampanye dirinyalah yg paling benar.

Santri Gundhul : apa salahnya ?

Guru Sejati : salahnya, bukankah kebenaran itu perlu kepastian, seperti ilmu pasti, dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan, teknologi dan sains. Itu barulah kebenaran pasti, yg real. Sementara agama merupakan sistem kepercayaan, atau keyakinan.

Santri Gundhul : lho…dalam ajaran agama kan ada beberapa kejadian dan sinyalemen atau gejala akan suatu kebenaran dalam realitas alam semesta.

Guru Sejati : sejak abad keberapa kitab-kitab suci semua agama itu ada ? umurnya masih muda bukan ? sementara itu manusia sudah ada sejak (paling tidak) 2 juta tahun silam. Bumi ini ada sejak bermilyar tahun silam. Sebelum agama-agama dengan kitab-sucinya ada, manusia pun telah menemukan berbagai kebenaran tak terbantahkan dalam menjalani kehidupan. Itu juga karena welas asih dan keadilan tuhan. Isi ajaran agama tidak termasuk kebenaran pasti, tetapi berisi ajaran kebaikan, semacam aksioma yang runut dan logis. Namun bisa ditafsirkan dengan multi interpretasi sesuai kepentingan dan kemauan pembacanya. Maka dikatakan kitab itu fleksibel sesuai perkembangan zaman. Ini pengertian yg bias sekali. Alias, isi kitab selamanya tak akan pernah bertentangan dengan penafsiran manusia. Karena sadar atau tidak manusialah yg selalu berusaha (baca; memaksakan diri) utk menundukkan pola pikir dan persepsinya sendiri agar sesuai dengan isi kitab. Itulah kebiasaan manusia selama ini, membiarkan kesadaran dirinya di dalam sangkar emas. Sementara agama banyak mengajarkan ttg kegaiban, lalu manusia buru-buru menyimpulkan bahwa akal manusia sangat terbatas utk memahami kegaiban. Bagi saya kegaiban itu sangat masuk akal, jika tak masuk akal berarti belum tahu rumus-rumus yg berlaku di alam gaib. Jika mengkamulkan isi kitab pun kenyataannya sudah mengalami perluasan dan penyempitan makna setelah ditranslate ke dalam berbagai bahasa oleh banyak orang yg memiliki penafsiran beragam corak dan warnanya.

Santri Gundhul : apa buktinya … ?

Guru Sejati : lihat saja, begitu banyaknya aliran dan faham dalam satu agama saja. Tidak hanya puluhan bahkan ratusan jumlahnya. Semua itu sudah menjadi hukum alam, bahwa aliran dan faham (mazab) akan selalu bermunculan dan kian banyak seiring perjalanan waktu, sesuai dengan kompleksitas rasio manusia, dan daya nalar yg menimbulkan persepsi dan penafsiran beragam. Apa jadinya kalau mereka saling mengklaim dirinya paling benar ?

Santri Gundhul : yaaah…berebut kebenaran atau golek benere dewe. Yang menimbulkan perpecahan, perselisihan, permusuhan, saling curiga, saling menjatuhkan, saling bunuh, saling fitnah.

Guru Sejati : akar segala macam fragmentasi dan kehancuran di dalam satu agama, tidak lain disebabkan oleh penafsiran, persepsi dan pemahaman setiap individu, pengikutnya, dan akhirnya menjadi kelompok besar yg siap bersimbah darah demi kesadaran palsunya.

Santri Gundhul : hmmmm…jadi..? agar supaya agama turut andil menciptakan ketenangan batin, ketentraman, dan kaedamaian dunia ini, idealnya tak usah menekankan akan kebenaran dirinya, tetapi lebih mengutamakan kampanye untuk selalu berbuat baik kepada seluruh makhluk. Nah kebaikan kan relatif, masing2 org punya penafsiran pula yg berbeda-beda akan nilai kebaikan itu… ? apa patokannya ? sama saja kan…harus kembali “pemurnian diri” ke kitab dan sunah thok thil. Makin bingung saya !

Guru Sejati : pandaganmu itu terlalu menyempitkan realitas kemaha luasan hakekat Tuhan Yang Maha luas tiada batas. Idealnya, suatu perbuatan barulah menjadi kebaikan, dengan syarat, tidak menerjang kodrat universe. Kodrat alam semesta. Nilai yang paling universal dan tidak menabrak kodrat alam, adalah setiap perbuatan yang kita lakukan selalu didasari dengan rasa KASIH SAYANG yg tiada bertepi, “ rasa welas-asih kadya samudra tanpa tepi, welas tanpa alis “ , kasih sayang yg TULUS, tanpa pamrih. Kecuali berharap saling memberi dan menerima kasih sayang kepada dan dari seluruh makhluk dalam jagad raya ini.

BENARKAH ISLAM TERSEBAR DENGAN PEDANG ?

Ketika Nabi Muhammad Shallallaahu alaihi wa`alihi wasallam meninggal dunia pada tahun 632M. orang-orang Arab tergetar dengan energi dan keyakinan, siap meledak ke panggung dunia. Dipimpin oleh empat Khalifah sejati pertama, Abu bakar, Umar, Utsman dan Ali Radhiyallahu`anhum (632-661), mereka berlomba menyebarkan pesan ajaran mereka dengan penuh kegembiraan melintasi banyak wilayah yang kemudian membentang menjadi peradaban (civilization). Dalam beberapa dekade mereka telah sampai ke Spanyol di Barat dan Sind di Timur. Kelihatannya tidak ada yang dapat menghentikan mereka.

Dunia belum pernah melihat ledakan seperti gerakan kaum Muslim awal tersebut. Penaklukan-penaklukan kekaisaran Romawi tampak begitu lambat. Alexander Agung masuk ke Asia secara mengagumkan, tapi Alexander seperti sebuah meteor dan segera setelah dia meninggal kekaisaran Yunaninya berantakan. Umat Muslim membawa sebuah peradaban segar, suatu cara pandang (worldview) dan kehidupan yang baru; mereka datang untuk bertahan.

Untuk menjelaskan ekspansi (perluasan) Islam permulaan yang luar biasa, para pengkritik sering memberi kesan bahwa umat Muslim lebih mengandalkan pedang, Islam tidak akan mempunyai berjuta-juta pengikut di seluruh dunia jika tidak disebarkan dengan menggunakan kekuatan. Para penulis Kristen abad pertengahan melukiskan prajurit-prajurit Muslim dengan pedang di satu tangan dan Qur`an di tangan lainnya. Ini mungkin benar pada beberapa kasus. Akan tetapi, secara keseluruhan ini hanyalah merupakan sebuah stereotype. 

Pada penjelasan berikut akan dijelaskan bahwa Islam tidak disebarkan menggunakan pedang, ini merupakan kekuatan kebenaran, alasan dan logika yang menjadi faktor penyebab berkembangnya Islam dengan pesat.
Pertama adalah sifat ajaran Islam yang tidak rumit dan langsung. Islam menawarkan suatu agama tentang kesederhanaan yang mempesona. Islam tidak memiliki filsafat yang rumit, tidak ada hirarki yang berdasarkan kasta atau kekayaan, tidak ada kependetaan. Pada pokoknya: satu Tuhan dan satu Kitab Suci. Masing-masing Muslim mempunyai akses secara langsung kepada Tuhan dan Kitab Suci serta melalui Kitab Suci tersebut kepada Rasul. Masing-masing mu`allaf--seperti setiap Muslim-- merasa Islam menjadi bagian dirinya. Untuk masuk Islam cukup sederhana; hanya pembacaan pernyataan keyakinan. Kesederhanaan ini yang barangkali menjadi alasan keberhasilan Islam, sebagaimana daya tarik Islam terus berlanjut sampai masa sekarang.
Alasan kedua, popularitas Islam tidak diragukan lagi terletak dalam penekanannya tentang persamaan manusia, Islam tidak membedakan antara yang kuat dan yang lemah, yang miskin dan yang kaya, tuan dan budak, Semuanya sama disisi Tuhan. Satu-satunya kriteria baik buruknya seseorang adalah ketakwaan. warna kulit atau derajat tidak menjadi masalah. Dalam Islam, seseorang dianggap sebagai orang yang terhormat apabila dia memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi terhadap Sang Pencipta, tanpa memandang apakah dia seorang miskin ataukah seorang budak yang hina. Sebaliknya, seseorang akan dianggap sebagai orang yang hina dina apabila dia tidak memiliki ketakwaan kepada Tuhannya, senang melakukan perbuatan maksiat dan keji semisal korupsi, kolusi, menyalahgunakan kekuasaan untuk memenuhi hasrat pribadi dll. Meskipun dia adalah seorang yang kaya raya atau keturunan raja. 
Allah berfirman:

ان اكرمكم عند الله اتقـكم
"Sesungguhnya orang yang paling 
mulia diantara kalian disisi Allah 
adalah orang yang paling bertaqwa diantara kalian".

Bagi orang-orang yang hidup dibawah kerajaan Persia, Byzantine dan Romawi, ajaran Islam datang seperti tiupan angin segar. Sebagian besar kerajaan-kerajaan ini dijalankan dengan hierarki kelas, stratifikasi sosial masyarakat Eropa ketika itu terdiri dari tiga kelompok, yaitu kaum gereja, kaum bangsawan serta kesatria, dan rakyat jelata. Meskipun kelompok yang terakhir ini merupakan mayoritas di dalam masyarakat, tetapi mereka menempati kelas yang paling rendah. Kehidupan mereka sangat tertindas dan terhina; mereka harus tunduk kepada para tuan tanah yang sering bertindak semena-mena dan mereka dibebani berbagai pajak serta sejumlah kewajiban lainnya. Dan pada saat itu pula di Eropa berlaku hukum waris yang menetapkan bahwa hanya anak tertua yang berhak menerima harta warisan. Apabila anak tertua meninggal, maka harta warisan harus diserahkan kepada gereja.   Selain itu prasangka- prasangka sektarian dan kebencian rasial; korupsi dan penindasan adalah tatanan masa itu. Wanita-wanita khususnya memiliki sedikit hak. Perbudakan dipraktekkan, dan hubungan-hubungan keluarga, kelas dan sosial menentukan hak-hak istimewa dan kenaikan pangkat.

Islam Agama Perdamaian

Islam amatlah pantas untuk memperoleh gelar tersebut. Bukan karena penulis adalah orang Islam fanatik yang buta akan realita,  tetapi bukti-bukti nyata yang terpatri dalam sejarah telah mengatakannya.   
Orang-orang Islam adalah tuan rumah negara Arab selama 1400 tahun. Kemudian dalam beberapa tahun, Arab dikuasai oleh Inggris, selanjutnya digantikan oleh Prancis. Secara keseluruhan Muslim menguasai Arab selama 1400 tahun, sedangkan saat ini terdapat 14 ribu penganut Kristen coptic yakni keturunan dari umat Kristen. Jika Muslim menggunakan pedang atau kekuatan untuk menyebarkan agama Islam, maka tidak akan ada seorang Arabpun yang masih menganut agama kristen. Begitu juga di India, orang-orang Islam telah menguasai India selama seribu tahun. Jika mereka berkehendak, Muslim India memiliki kekuatan untuk mengubah setiap orang atau semua non-Muslim di India menjadi pemeluk agama Islam. Semua non-Muslim India saat ini mengakui bahwa Islam tidak disebarkan menggunakan pedang maupun kekuatan. Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki jumlah Muslim terbesar di dunia. Mayoritas penduduk Malaysia memeluk agama Islam. Adakah seseorang yang bertanya, "Serdadu Muslim manakah yang datang ke Indonesia dan Malaysia?". Begitu juga dengan Islam yang telah berkembang begitu pesat di pesisir timur Afrika. Seseorang boleh menanyakan jika Islam disebarkan menggunakan pedang, "Serdadu Muslim manakah yang datang menaklukkan daerah pesisir timur Afrika?". Orang-orang Islam telah berhasil menguasai Spanyol selama 800 tahun. Orang-orang Islam di Spanyol tidak pernah menggunakan pedang untuk memaksa orang lain memeluk agama Islam. Kemudian para pengikut perang salib datang dan membantai orang-orang Islam. Tidak seorangpun pemeluk agama Islam di Spanyol yang berani mengumandangkan Adzan.   Pasukan Salib Kristen adalah orang-orang asing yang agresif, bodoh, barbar dan tidak disukai; orang-orang asing yang selamanya membela cara hidup (worldview) mereka dengan percekcokan dan perkelahian; orang-orang asing dengan tingkah laku yang memalukan dan tidak tahu adat. Mereka datang sebagai individu dan kelompok, sebagai prajurit dan sebagai serdadu bayaran;  mereka bersatu untuk memerangi Islam dengan didasari perasaan iri hati melihat kemajuan orang-orang Islam dalam bidang agama, politik dan sosial ekonomi yang jauh mengungguli mereka . 

Umat Muslim bukanlah satu-satunya sasaran mereka; umat Kristen dan Yahudi lokal juga menjadi korban-korban mereka. Dalam satu kejadian dari prilaku mereka ditemukan suatu kedalaman fakta yang baru. Ini terjadi di gereja St. Sophia di Istambul. Mereka memperkosa wanita, minum-minum sampai mabuk, dan menelanjangi orang-orang gereja tersebut. Seorang saksi mata dari pasukan salib keempat sangat terkejut: “Aku Geoffrey de Ville Hardouin, prajurit dari istana Champagne, yakin bahwa sejak terciptanya alam semesta, penjarahan yang lebih buruk daripada kejadian ini belum pernah dialami” (Efe 1987:18).
Mengenai orang-orang Yahudi yang malang, mereka dibantai oleh kaum Kristen dalam perjalanannya menuju Perang Salib dan juga dibantai dalam perjalanan mereka kembali dari Perang Salib. Tidaklah mengherankan, umat Muslim berpikir bahwa di sini suatu peradaban (civilization) mendapat malapetaka dari barbarisme dan keterbelakangan untuk selama-lamanya. Patut diperhatikan bahwa kaum Kristen lokal di Timur Tengah mendukung umat Muslim dalam peperangan mereka melawan Pasukan Salib.
Di pusat Perang Salib berdiri kota Jerusalem, tempat suci bagi umat Muslim, Yahudi dan Kristen. Bersama Mekkah dan Madinah, Jerusalem adalah salah satu dari tiga tempat tersuci bagi umat Muslim, disebut dalam bahasa Arab Baitul Maqdis, Rumah Suci, sering disingkat menjadi Al-Quds. Pentingnya Jerusalem dihubungkan dengan Nabi Muhammad Saw. sendiri, pada perjalanan di malam hari dan kenaikannya ke langit (Surah 17: ayat 1). Nabi Muhammad Saw. naik ke langit dari batu bersejarah di Jerusalem di atas Kubah Batu (the Dome of the Rock), monumen Islam yang paling awal, yang sekarang masih tetap berdiri.  Sejak masa pemerintahan Khalifah Umar Ra. Jerusalem telah berada dalam kekuasaan Islam. Sebagai seorang penakluk beliau menolak bersembahyang di gereja yang telah disediakan bagi umat Muslim yang ingin bersembahyang setelah memperoleh izin dari pendeta-pendeta Kristen. Penguasa-penguasa Muslim Jerusalem sesudah itu berpedoman kepada Umar, kaum Kristen dan gereja-gereja mereka tidak diganggu, dan kaum Yahudi, yang telah lama dilarang tinggal di Jerusalem oleh penguasa-penguasa Kristen, diperbolehkan kembali. Bagaimanapun juga, mereka adalah “ahli-ahli kitab”.

Beberapa abad kemudian, ketika pada tahun 1099 kaum Kristen merebut Jerusalem selama Perang Salib, cerita tersebut sama sekali menjadi berbeda. Mereka tidak hanya membinasakan penduduknya –bahkan wanita dan anak-anak tidak luput- tapi juga merusak tempat-tempat peribadatan, termasuk Tempat Perlindungan yang Mulia (Noble Sanctuary). Kubah Batu diubah menjadi sebuah gereja. Dan masjid Al-Aqsha dinamakan menjadi Kuil Solomon (The Temple of Solomon), menjadi tempat tinggal untuk raja.
Edward Gibbon menjelaskan penaklukan kaum Kristen terhadap Jerusalem”
Suatu pengorbanan berdarah ditawarkan oleh fanatik-fanatik Tuhan yang keliru dari kaum Kristen; perlawanan mungkin membangkitkan kegusaran, tapi bukan umur maupun jenis kelamin yang dapat meredakan kegusaran kepala batu mereka; mereka memperturutkan hati mereka sendiri selama tiga hari dalam suatu pembunuhan besar-besaran tanpa pandang bulu; dan infeksi dari mayat-mayat tersebut menghasilkan penyakit yang menular. Setelah 70.000 umat Muslim telah dibunuh dengan pedang, dan kaum Yahudi yang tidak berbahaya telah dibakar di dalam sinagoge-sinagoge (tempat peribadatan orang Yahudi) mereka, mereka masih bisa mencadangkan banyak tawanan, yang karena kepentingan dan kelemahan mendesak dikecualikan dari pembunuhan.
(Edward Gibbon, dalam Watt 1991: 157).

Bandingkan hal-hal di atas dengan masuknya Nabi Muhammad Saw. sang Penakluk, ketika hendak memberangkatkan serdadu perang untuk menaklukkan kota Makkah; tanah kelahiran dan kota tercinta Beliau, Beliau selalu berpesan kepada para panglima perang agar tidak menyakiti siapapun kecuali orang-orang yang lebih dulu menyakiti mereka. Bahkan begitu mengetahui bahwa salah seorang panglima perang Muslim yang bernama Sa`ad bin Ubadah melontarkan perkataan kasar terhadap Abu Sufyan yang tertawan ketika sedang melakukan misi spionase terhadap pasukan Muslim, Beliau dengan segera mencopot jabatannya sebagai seorang panglima dan memberikan posisi tersebut kepada orang lain. Dan sekali lagi Beliau berpesan kepada balatentaranya agar tidak menyakiti siapapun kecuali orang-orang yang lebih dulu menyakiti mereka.  Nabi Muhammad Saw. memberi jaminan keamanan terhadap utusan yang dikirim oleh pihak kafir untuk menyampaikan pesan-pesan mereka kepada Beliau,  hal ini berbeda sekali dengan kasus pembunuhan al-harits bin `Amir al-Azdy, salah seorang utusan Nabi Muhammad, yang dilakukan oleh pihak kafir.
Bandingkan juga dengan kisah perebutan kembali Jerusalem oleh umat Muslim yang dipimpin oleh Salahuddin Yusuf al-Ayyubi –orang Eropa lebih mengenalnya dengan sebutan Saladin- pada tahun 1187 sebagaimana yang telah tertulis dalam sebuah novel karya Rider Haggard, The Brethren:
 Kemudian Saladin menunjukkan pengampunannya, karena dia membebaskan semua orang tanpa syarat, dan dari harta bendanya sendiri membayar tebusan wanita yang suami-suami dan ayahnya gugur dalam peperangan, atau terpenjara di kota lain.…
Akhirnya perang ini usai, dan Saladin mengambil alih kota tersebut… sebuah kemenangan Pasukan Bulan Sabit mengakhiri kekuasaan Pasukan Salib di Jerusalem, tidak dalam lautan darah, sebagaimana 90 tahun sebelumnya dimana Pasukan Salib memenangkan perang atas Pasukan Bulan Sabit di dalam tembok Jerusalem, tapi dengan apa yang di hari hari itu dianggap sebagai kelemah-lembutan, kedamaian dan pengampunan.
(Haggard 1904: 337).

Perkembangan Agama Di Dunia:

Sebuah artikel dalam Reader`s Digest `Alamac`, pada tahun 1986, memberikan statistik prosentase dari perkembangan agama-agama besar di dunia selama setengah abad sejak tahun 1934 hingga 1984. artikel ini juga terdapat dalam majalah "The Plain Truth". Agama yang menduduki peringkat teratas adalah agama Islam yang berkembang hingga 235%, dan agama Kristen mencapai 47%. Adakah seseorang yang bertanya, "Di manakah tempat terjadinya perang pada abad ini hingga mengubah agama berjuta-juta orang menjadi agama Islam?". Saat ini perkembangan agama tercepat di Amerika adalah agama Islam. Di Eropa Islam juga menjadi agama yang memiliki perkembangan tercepat. Pedang manakah yang telah memaksa orang-orang di negara-negara barat tersebut untuk memeluk agama Islam dalam jumlah yang amat besar?.
Dari beberapa uraian di atas, dengan pikiran jernih dan hati yang bersih kita dapat mengatakan bahwa Islam memang disebarkan dengan pedang, akan tetapi bukan pedang kekerasan melainkan pedang intelektual. Pedang yang menaklukkan hati dan pikiran setiap orang. Al-Qur`an menyebutkan dalam surat An-Nahl ayat 125:

ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة
وجادلهم بالتى هي احسن
"Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka
dengan cara yang baik".